Gaya Hidup Digital Nomad, Mereka Yang Bekerja Tanpa Melewatkan Liburan
-Baca Juga
![]() |
(foto:unsplash/Alizee Baudez) |
BerandalIntelek- Gaya hidup Digital Nomad menjadi salah satu tren baru, dampak dari pandemi covid yang melanda dunia beberapa waktu lalu. Bila sebelumnya masyarakat harus beradaptasi dengan melakukan work from home (WFH) selama pandemi, namun setelah itu menjadi sebuah tren kebiasaan baru hidup berpindah-pindah.
Digital nomad secara mudah diartikan sebagai pengembara digital. Maksudnya, orang yang melakukan pekerjaan secara digital dengan cara berpindah-pindah atau berpetualang. Menurut Inverstopedia, definisi digital nomad adalah orang-orang yang tidak bergantung pada satu lokasi dalam melakukan pekerjaanya, dengan didukung teknologi serta bergaya hidup tidak menetap alias nomaden.
Orang-orang dengan gaya hidup seperti ini tetap bekerja di kantor, namun dirinya tidak hadir secara fisik, melainkan komunikasi jarak jauh. Untuk itulah diperlukan piranti teknologi untuk mendukung kinerjanya. Beberapa piranti yang memungkinkan untuk gaya hidup ini diantaranya, koneksi internet yang murah dan stabil seperti wifi, smartphone dan panggilan VoIP untuk menghubungi pekerja maupun kliennya.
Selain piranti pendukung koneksi diatas, orang-orang digital nomad juga harus akrab dengan perangkat lunak, seperti perangkat olah desain atau foto, website/blog maupun media sosial untuk mendukung kinerjanya. Jadi, bagi yang gaptek atau tidak akrab dengan perangkat-perangkat ini, jangan coba-coba melakukan digital nomad karena bakal susah dijalan atau bahkan menyusahkan orang lain.
Sosok digital nomad yang menjadi tren belakangan adalah Katie Macleod, cewek 28 tahun asal Skotlandia yang sudah melakoni gaya hidup secara nomaden. Desainer grafis lepas ini sudah mengunjungi 78 negara di dunia. Bahkan, ia mengatakan targetnya adalah kunjungan ke 100 negara sebelum usianya 30 tahun.
Meski mengasyikkan, namun ia mengakui, hidup berpindah-pindah atau terus bergerak adalah sebuah perjuangan. Ia menceritakan kerap tidur di lantai bandara, ditipu orang atau bahkan keracunan makanan.
![]() |
(foto : unsplash/Austin Distel) |
Sudah Diramal Sejak Lama
Digital nomad sebenarnya sudah diramal sejak lama. Pada tahun 1997, Tsugio Makimoto dan David Manners pernah menuliskan dalam bukunya yang berjudul 'The Digital Nomad' Dalam buku tersebut mereka meramalkan, kemajuan teknologi yang kuat dan hadirnya alat komunikasi yang canggih, memungkinkan karyawan bekerja dari mana saja.
Dalam buku juga meramalkan, pada abad 21 digital nomad atau pengembara digital melakukan pekerjaanya melalui ponsel, laptop dan media sosial. Memilih tempat tinggal dan bekerja secara bebas menjadi salah satu keuntungan bagi digital nomad.
Namun di sisi lain, ada kerugian juga bagi yang tetap bertahan dengan gaya hidup ini. Karena bekerja secara jarak jauh dan berpindah-pindah, mungkin pekerjaan yang tersedia tidak selalu cocok atau upah yang lebih rendah dibandingkan dengan pekerja kantoran tradisional.
Saran terbaik bagi yang bertahan dengan digital nomad adalah memiliki pendapatan pasif atau passive income. Dengan pendapatan pasif setidaknya bisa mendukung finansial selama hidup berpindah-pindah diluar negeri, apalagi dengan gaji yang lebih rendah.
Jadi bila melihat para bule berkunjung ke suatu daerah dalam waktu yang lama, jangan dikiran mereka sekedar berlibur untuk menghabiskan uang tabungan saja. Bisa jadi mereka adalah digital nomad yang melakukan pekerjaanya saat kembali ke kamar hotel mereka. (and)